Disrupsi Seni Media Pascapandemi
On 29 October 2020 by IrwandiPandemi telah mengubah kita umat manusia, menghantam kita. Menyisakan banyak persoalan. Banyak hal yang harus berubah akibat pandemi ini. Konvensi-konvensi kehidupan, dalam bersosialisasi, dan dalam berkesenian. Pandemi telah mengubah banyak konvensi berkesenian yang sudah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun. Pandemi ini secara tiba-tiba memaksa kita untuk mengubah, memodifikasi berbagai konvensi, melakukan berbagai inovasi akibat pembatasan sosial, fisik, dan interaksi. Howard Becker dalam buku Art world mengatakan bahwa seni sebagaimana aktivitas sosial lainnya adalah sebuah aktivitas kolektif yang terdiri dari banyak komponen yang saling mengait, saling tergantung. Kolektivitas itu menghasilkan berbagai konvensi. Pandemi memaksa kita mengubah kolektivitas dan konvensi. Tentu saja, berdampak pada seni media.
Contohnya adalah kegiatan pameran dan penayangan seni media: fotografi, video seni, film dan penayangan animasi. Mau tak mau, suka tidak suka hampir semuanya kini dilakukan secara online. Hingar bingar seremoni pembukaan, peluncuran karya sementara ditiadakan. Pertemuan. Fisik antar stakeholder menjadi sangat minimal. Para pameris maupun panitia berupaya keras bagaimana karya seni itu tetap bisa ditampilkan dan juga tetap dapat memberi pengalaman-pengalaman seni bagi pemirsa walau mereka tidak berkumpul langsung secara fisik di satu tempat yang bernama galeri, atau lokasi penayangan. Kata ‘virtual’ saat ini menjadi sangat familiar bagi kita. Ragam aplikasi hadir untuk menunjang hal tersebut. Beragam optimalisasi dilakukan pada perangkat perangkat maupun perangkat lunak yang memungkinkan adanya konektivitas antara pencipta karya, karya, dan pemirsa.
Kita sekarang sedang mengalami masa-masa adaptasi yang luar biasa dalam penyajian seni media. Kita melihat bagaimana pembukaan acara-acara seni dilakukan secara virtual dan itu sudah dianggap lumrah. Penayangan film dilakukan melalui channel YouTube dan media sosial lainnya, demikian pula dengan penayangan penayangan animasi. Kita sekarang sedang menuju kepada konvensi-konvensi baru tentang bagaimana seni media dihadirkan kepada pemirsanya sambil menghadapi berbagai masalah baru yang tidak terpikirkan sebelumnya, misalnya persoalan infrastruktur virtual, aura karya seni, greget, dan suasana berkumpul untuk seni. Hal inilah yang perlu menjadi bahan pemikiran kita semua. Akan berhasilkah kita menemukan formulasi-formulasi yang yang tepat yang disepakati tentang konvensi-konvensi dalam menyajikan karya seni secara virtual?. Banyak aspek yang perlu dibahas secara komprehensif, misalnya aspek kelancaran, aspek teknis, aspek keterjangkauan, kesenjangan penguasaan teknologi, pengaturan akses/previlege terhadap karya, serta aspek-aspek yang lebih substantif terkait hak cipta, outcome karya yang ditampilkan dalam event seni secara virtual terhadap pencipta karya. Untuk itulah diharapkan, melalui seminar ini dan pada forum-forum selanjutnya, muncul pemikiran-pemikiran baru, sebagai persiapan pascapandemi. Bagaimana pemanfaatan teknologi informasi, media sosial, dan aplikasi penyiaran audiovisual bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengkoneksikan banyak orang atau pemirsa seni. Sebuah Koneksi yang tetap dapat menjaga gairah berkesenian juga tetap menjaga dampak kehadiran karya seni kepada penciptanya, kepada pemirsa, dan kepada stakeholder. Pandemi juga membuat kita untuk harus berfikir tentang jenis-jenis ‘task‘ dan ‘labour‘ baru dalam sebuah perhelatan seni. Sebagai bentuk adaptasi kondisi pandemi, dan persiapan dalam menghadapi era pascapandemi. Kegiatan apresiasi seni dalam lingkup ISI Yogyakarta dan Fakultas Seni Media Rekam, telah dilangsungkan dengan memanfaatkan virtualitas yang berbasis teknologi informasi. Beberapa kegiatan yang bisa dijadikan contoh antara lain: Pameran Dies Natalis 36 ISI Yogyakarta; JMMK #12 FSMR ISI Yogyakarta, Pameran dan penayangan Tugas Akhir Mahasiswa Fotografi, Film dan Televisi, dan Animasi, serta sejumlah pameran tugas mata kuliah. Tentu masih banyak kegiatan lain, baik dari sisi jenis dan penyelanggaranya telah berlangsung di masa pandemi. Tentu saja berbagai kegiatan tersebut dapat menjadi bahan kajian, terkait dengan aspek-aspek konvensi dan kolektivitas yang telah dipaparkan sebelumnya. Artinya segala kegiatan seni media yang telah berlangsung di masa pandemi, termasuk proses persiapannya merupakan data penting untuk kajian-kajian di masa mendatang.
Kita yakin dan percaya bahwa suatu pandemi pasti akan berakhir, walaupun kita tidak tahu pasti kapan itu terjadi. Untuk itu mari kita mulai bersiap untuk berubah. Perubahan dalam bentuk kemunculan konvensi-konvensi baru, kolektivitas-kolektivitas baru dalam pergerakan seni media, di masa pamdemi dan pasca pandemi. Akankah konvensi-konvensi, kolektivitas-kolektivitas seni dan seni media yang berlaku di masa prapandemi akan kembali digunakan, aktif kembali pascapandemi nanti? Ataukah pandemi ini adalah masa untuk mengevaluasi, sehingga kita berkesimpulan akan menggunakan konvensi-konvensi, kolektivitas-kolektivitas baru yang dilahirkan oleh pandemi?. Aktivitas-aktivitas seni media yang hadir di masa pandemi kiranya dapat menjadi bahan kajian penting tentang hal ini. Marilah kita pikirkan bersama disrupsi ini!
Calendar
M | T | W | T | F | S | S |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | ||||
4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 |
11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 |
18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 |
25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 |